Sebuah tebing breksi di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diresmikan pada 30 Mei 2015 oleh Gubernur D.I.Y., Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai lokasi cagar budaya. Sri Sultan menandatangani sebuah prasasti yang mengukuhkan bahwa Taman Tebing Breksi tidak boleh dijadikan lokasi penambangan lagi.
Padahal, warga di Pedukuhan Nglengkong, Groyokan, Kelurahan Sambirejo sudah menjadikan bukit kapur tersebut sebagai sumber pendapatan utama. Mereka mengira tebing tersebut hanyalah tebing biasa tempat material bangunan bisa ditambang.
Ternyata, tebing tersebut mengandung endapan abu vulkanik Gunung Api Purba Nglanggeran. Karena itulah, tebing tersebut harus diperlakukan sebagai cagar budaya. Setahun sebelum diresmikan, Pemerintah Daerah Sleman menutup lokasi penambangan. Letak tebing ini berdekatan dengan dua peninggalan bersejarah lainnya; Candi Ratu Boko dan Candi Ijo.
Seniman lokal memanfaatkan dinding-dinding tebing setinggi 30 meter tersebut untuk membuat karya ukir. Mereka berkreasi memahat karya-karya seperti misalnya adegan di pertunjukan wayang kulit. Banyak pengunjung memanfaatkan keindahan pahatan para seniman sebagai latar belakang foto mereka.
Para pengunjung tidak hanya bisa melihat tebing dari bawah saja tetapi juga bisa melihatnya dari atas. Terdapat tangga agar wisatawan bisa menjangkau puncak tebing. Dari puncak, mereka bisa melihat pemandangan Gunung Merapi, Candi Sojiwan, Candi Prambanan, dan Candi Barong.
Masih berada satu lokasi dengan Tebing Breksi Sleman, terdapat sebuah area seperti panggung bulat yang dilengkapi dengan tempat duduk melingkar. Panggung tersebut kira-kira berdiameter 15 meter. Tempat tersebut bernama Tlatar Seneng. Beragam pertunjukan kesenian digelar di tempat tersebut.